Agama yang Humanis, Bukan Dogmatis...

Ada yang lucu dengan hidup saya belakangan ini, terlebih saat mendekati Natal.

Teman-teman di lingkungan saya bertanya, apa hukumnya mengucapkan “Selamat Natal” pada orang yang merayakannya? Dosa atau tidak? Saya tak menjawab, tapi justru balik bertanya.

“Kenapa tanya itu sama saya?”

Mereka menjawab enteng, “kan kamu anak UIN.”

Sial. Label UIN melekat pada saya sehingga kadang saya merasa di-ulama-kan oleh teman-teman. Karena mereka dengan enteng menjawab demikian, maka saya juga enteng menjawab, “Emangnya saya Tuhan, bisa klaim satu hal dosa atau tidak.”

Tentunya saya malas mendebatkan hal-hal seperti itu. Pasti tak ada ujungnya. Kadang saya ingin menyela, kalau tidak setuju dengan jawaban saya, kenapa tanya sama saya?

Tadi pagi saya baca postingan satu akun berlabel agama. Di situ tertera, “HARAM hukumnya mengucapkan Natal pada non Islam karena sama halnya dengan menyetujui perzinaan, maksiat, penyaliban and bla bla bla.” Saya mengernyit. Hebat betul orang yang menulis ini, begitu batin saya saat membaca.

Tapi lama-lama saya penasaran juga. Akhirnya saya buru teman saya, Fini Rubianti, untuk mendiskusikan hal ini. Saya tanya bagaimana pendapat dia tentang postingan itu.

Fini jawab, “Gue sih kurang sependapat nyet.”

Saya langsung saja sela, “Gue bukan kurang sependapat, tapi tidak sependapat sama sekali.” Diskusi berlangsung singkat. Karena ujung-ujungnya pasti ngomongin mantan.

Tapi diskusi saya saat itu terasa memuaskan. Saya berpendapat bahwa sejak kapan manusia bisa mengklaim dosa atau tidaknya satu hal seperti layaknya Tuhan? Apalagi menyamakan penyaliban dengan maksiat, zina, dan lain-lain. Islam tak pernah mengajarkan umatnya untuk meremehkan akidah seseorang. Jadi, apa di sini maksudnya mengucapkan selamat Natal bisa mengurangi keimanan anda sebagai Muslim? Saya pikir itu dangkal sekali.

Terlalu dangkal jika hanya dengan mengucapkan selamat Natal sama artinya dengan berkurangnya keimanan seseorang. Saya yakin, keimanan anda tidak akan luntur hanya dengan satu kalimat. Itu juga jika anda benar-benar beriman.

Saya kemudian tertarik dengan ucapan Fini, “perdebatan semacam ini justru malah menunjukkan bahwa umat Islam itu takut dengan hal-hal yang sepele.”

Perdebatan ucapan Natal juga nyatanya hanya ada di Indonesia. Beberapa ulama dan petinggi negara Islam malah justru ikut mengucapkan selamat kepada umat non-Muslim.

Perdebatan ini juga mengingatkan saya ketika ayah marah karena saya baca buku tentang PKI. Takut atheis, katanya. Saya cuma jawab, “emang kalau saya baca buku PKI, saya PKI juga?” Lagipula siapa yang bilang kalau PKI adalah atheis? Lagipula apa salahnya dengan atheis? Hahahaha.

Itu lah kenapa saya sering sebut “jalani agama yang humanis. Bukan dogmatis.”



Comments

Popular Posts