Human Rights Day, Indonesia Masih Kelam

Indonesia masih dan sudah sangat kelam jika bersangkutan dengan urusan HAM. Kasus 1965, hukuman mati, hak anak dan perempuan, kebebasan beragama dan masih banyak lagi.

Kita nampaknya masih suka dibodohi. Oleh siapa? Tentu saja oleh banyak kekuatan. Lagi-lagi ini soal kepentingan. Dan kita, selalu jadi korban.

Dulu, "kekuatan itu" bilang bahwa komunisme adalah paham haram. Tak sejalan dengan masyarakat Indonesia yang berketuhanan. Ateis. Kafir. Pasti masuk neraka. Mereka dibantai, dibungkam, dihilangkan. Agar tertib, diciptakanlah ketakutan. Kira-kira begitu kata Bill "The Butcher" Cutting di film Gang of New York. Tapi tertib menurut siapa? Dan, untuk apa?

Hingga sekarang, "kekuatan itu" masih diam. Nampaknya membahas ini bisa merugikan dan menggoyahkan singgasananya. Secara politis, ini tidak baik. Betul, sebab politik tidak bergerak karena kemufakatan, tapi karena peperangan. Begitu katanya.

Hukuman mati, dengan lagu dan alasan demi menciptakan ketertiban. Sekali lagi, agar tertib, diciptakanlah ketakutan. Tapi apa ketakutan akan menciptakan tatanan masyarakat yang sejahtera? Nampaknya tidak. 

Layaknya manusia beragama yang hidupnya pontang-panting beribadah, lantaran banyaknya ancaman dan larangan. Tanpa ada penanaman kasih sayang pada Tuhan, mereka hidup dalam serba takut. Ritual yang dijalani hanya karena takut neraka dan dosa. Pada akhirnya, ketumpulan ini membuat mereka lupa bahwa Tuhan menyayangi mereka.

Hukuman mati bisa saja meredam kriminalitas. Tapi bila disandarkan pada apa itu hak asasi manusia, bukankah seharusnya "kekuatan itu" memberi kesempatan pembelaan dan prosedur hukum yang jelas? Pada faktanya, mereka amat dibuat sempit untuk membela diri. Fasilitas negara tak pernah mumpuni.

Hak anak dan perempuan, pun. Bagiku, dua identitas ini cukup nahas. Terlalu banyak kekerasan yang mengancam. Jangankan negara, sialnya kekerasan bisa juga datang dari identitas serupa. Dari sesama perempuan dan juga anak.

Apa "kekuatan itu" bergerak? Nampaknya tidak juga.

Kebebasan beragama menjadi persoalan yang tak ada habis-habisnya. Masih banyak memicu pergolakan. Aku jadi ingat kata seorang penghayat agama di film dokumenter Atas Nama Percaya, "kalau memang Katolik, Protestan, dan Islam tak mau mengakui, tidak apa-apa, tidak masalah bagi kami."

Ini gambaran bahwa "kekuatan itu" mungkin tahu Indonesia terlalu kaya etnis, suku, budaya, agama dan ras, tapi lupa cara memfasilitasinya.

Tulis menulis soal hak asasi manusia, bisa jadi satu buku. Belum lagi pengetahuanku yang terbatas soal ini. Tapi bagiku, Indonesia memang masih kelam.



Jadi mau merayakan apa kita di Hari HAM Sedunia sekarang?

Comments

Popular Posts