Apa itu Bahagia?

“Diogenes adalah seorang kaum sinis yang terkenal dan juga murid dari Antisthenes. Konon ia hidup dalam sebuah tong dan tidak memiliki apa pun kecuali mantel, tongkat, dan kantung roti. Suatu hari ketika ia sedang duduk di samping tongnya menikmati cahaya matahari, dia dikunjungi oleh Sang Raja Alexander Agung. Sang Raja berdiri di hadapannya dan menanyakan kepada Diogenes, “Adakah sesuatu yang kau inginkan?”. Diogenes menjawab, “Ya, bergeserlah ke samping Anda menghalangi cahaya matahari yang sedang saya nikmati.”


Kisah di atas saya kutip dari essay teman saya di Lintas (Lingkar Studi Tangerang Selatan) sebagai pembahasan dari Filsafat Hellenism. Mengenai filsafat ini pengetahuan saya amat cetek. Tapi kutipan di atas membuat saya terenyuh.


Memori saya langsung terlempar pada kutipan di film Sukarno, “Jadilah Tuan bagi Diri Sendiri!”. Saya selalu suka dengan kutipan ini. Terlintas kalimat ini sangat mudah dilakukan. Faktanya, pikiran manusia selalu saja terkekang pada satu hal. Kita melakukan sesuatu berdasarkan apa yang menghantui. Being under controlled.


Filsafat Epicurean (341-270), mengatakan bahwa kebaikan adalah kenikmatan dan kejahatan adalah penderitaan. Namun bagi saya, idealisme semacam ini sulit manusia dapatkan karena sifatnya yang selalu cepat merespon pada apa yang berpengaruh di terdekatnya. Ketika manusia diancam akan dibunuh, mereka pasti melakukan perlawanan. Dengan membunuh lawan terlebih dahulu, misalnya. Insting untuk melindungi diri dan lingkungan terdekat selalu ada. Maka kejahatan tak bisa dihindari.


Namun jika menelaah lebih jauh pada kasus di atas, mungkin yang dimaksud pada "kejahatan sama dengan penderitaan" adalah dampak pada perbuatan itu. Ketika seorang manusia melakukan kejahatan, perasaan bersalah akan menghantui. Alasan apapun itu, include pembelaan diri, Mereka akan merasa bersalah yang berujung pada ketidaktenangan dan penderitaan.


Sang pendiri filsafat Epicurean, Epicurus, juga menekankan bahwa kebahagiaan tak hanya semata-mata melalui indrawi. Semisal, anda punya pacar, mobil mewah, rumah mewah, gadget terbaru, uang bermiliar-miliar, atau barang tersier lainnya. Pikirkan baik-baik, apa yang kita miliki ini membuat kita begitu bahagia?


Seorang teman mengatakan, ketika kebahagiaan digantungkan pada suatu objek dan objek itu menghilang, maka penderitaanlah ujungnya.


Menurut Yunani Kuno, kebahagiaan adalah menikmatti hidup, kontrol diri, kesederhanaan, dan ketulusan. Sedangkan filsafat Sinis menekankan bahwa kesejahteraan sejati tidak terdapat pada kelebihan lahiriah, kemewahan materi, kekuasaan politik, bahkan kesehatan. Kebahagiaan sejati terletak di ketidaktergantungan pada satu hal yang acak.


Jadi saya pikir, bahagia adalah terbebas dari belenggu pikiran. Pikiran kita bebas, tidak dikekang dan dikontrol. Tak ada yang mempengaruhi, baik oleh keluarga, teman, pacar, bahkan guru. Maka kutipan “jadilah tuan bagi diri sendiri” menjadi sangat berarti.


Satu lagi kutipan yang ajaib menurut saya,


“Jika kamu tidak bahagia, ubah sesuatu, keluar dari pekerjaan, bergerak, tinggalkan hubungan yang tidak sehat, berhenti beralasan. Kamu terkekang dalam kontrol.”

Comments

Popular Posts