Sejauh Mana Protes Kita Bisa Mengubah Semua?
Saat ini, tanda
pagar #NyalauntukYuyun sedang terus menggema. Berlandaskan kisah
tragis Yuyun, murid SMP yang tewas dibunuh setelah diperkosa,
masyarakat menyuarakan protes dan aspirasinya lewat sebuah tanda
pagar dan foto. Hanya sebatas itu.
Sudah berapa banyak
“suara” menggema untuk semua masalah di muka bumi ini? Saya ingat
pernah mengajak keluarga dan teman untuk berfoto sambil memegang
kertas bertuliskan “Welcome Refugees” ketika isu pengungsi Suriah
sedang hangat-hangatnya. Lalu apa?
Tadi pagi, saya
berdiskusi dengan teman tentang Hari Buruh kemarin. Sempat ada
broadcast bahwa jurnalis meminta kenaikan upah. Saya dan teman
saya ini tertawa getir. “Seitu-itunya jurnalis, toh mereka tetep
butuh uang,” kata saya yang sampai sekarang masih belum bisa
menginterpretasikan apa yang saya maksud dengan “seitu-itunya”.
Teman saya kemudian
bertutur tentang kisah di balik serikat buruh tersebut. Mereka berkumpul,
berserikat. Tapi ternyata mereka juga diminta dana sebanyak Rp50 ribu
per orang. Jika dalam satu serikat ada seribu orang, maka berapa
banyak dana yang terkumpul?
Kemudian apa?
Bahkan di antaranya
sering bernegosiasi dengan perusahaan. “Isu ini mau diredam atau
tidak? Jika mau, kasih kita uang.” Aspirasi yang sering mereka
suarakan juga ujung-ujungnya tanpa pengawalan. Isu itu kemudian mati,
dua sampai tiga hari kemudian.
Case closed.
Pembicaraan saya terlalu jauh tentang “lahan basah” tersebut.
Pokoknya pembahasan saya kali ini tentang aspirasi banyak orang.
Saya jadi banyak
berpikir, apa “suara” ini bisa membawa perubahan? Petisi
sana-sini. Demo sana-sini. Bahkan tulisan saya ini. Saya, penulis
keci yang cuma bisa kritik, sulit untuk bisa berbuat apa-apa. Bahkan bos
saya pernah bilang, “tulisan kamu semacam ini malah bikin orang
mikir, memangnya siapa Dinda bisa menulis seperti ini?”
“Suara” macam
apa yang bisa didengar? Apa #NyalauntukYuyun bisa membawa perubahan
bagi korban-korban kekerasan seksual berikutnya? Atau jangan-jangan,
banyak orang yang memasang tagar tersebut hanya karena ikut-ikutan?
Sejauh mana langkah
kita bisa membuat perubahan? Sejauh mana suara tulus kita (jika
benar-benar tulus, bukan fulus) bisa didengar?
Apakah tagar, foto,
tulisan dan bentuk protes lainnya bisa mengubah semua? Semoga.
Comments
Post a Comment