Belajar dari Bunga

Banyak dari kita berbuat baik karena “ingin” menjadi baik. Modus ini disebut modus “memiliki” dalam teori Erich Fromm. Manusia demikian “ingin” memiliki sifat baik, mereka terbelenggu dengan sesuatu yang mereka inginkan dan punya. Lalu harus bagaimana?

Selain modus “memiliki”, Erich Fromm memperkenalkan modus “menjadi”. Manusia dengan modus “menjadi” memang “ada” , mereka “hidup”. Di sinilah saya akan mengulik sedikit tentang filosofi bunga.

Guru besar Krishnamurti menjelaskan bahwa kata “menolong”, “melayani”, “memberi” hanyalah bualan belaka. Jika seorang ingin melayani, memberi dan menolong, seorang petugas pom bensin pun bisa melakukannya. Namun apakah bunga yang penuh keindahan dan kecantikan berkata, “Aku memberi, menolong, dan melayani?”. Ia ada! Dan karena ia tak berusaha untuk melakukan apa-apa, ia memenuhi muka bumi. (hlm. 183)

Ini jelas bahwa setiap dari kita yang menginginkan berbuat baik, jelas ingin menjadi baik. Belajar dari filosofi bunga di atas, mereka tidak berkata apa-apa atau berusaha melakukan apa-apa. Itu mengapa mereka bisa memenuhi bumi ini dengan keindahannya.

Bunga juga selalu berkembang dalam diam. Mereka berbunga dengan caranya masing-masing. Bunga tulip indah dengan caranya, juga dengan anggrek.

Dengan kata lain, untuk menjadi baik tidak perlu merasa baik. Mungkin ini yang sering disebut dengan tulus atau ikhlas.

Manusia dengan modus “memiliki” tentu akan melakukan sesuatu dengan apa yang mereka punya. Hanya dengan apa yang mereka punya. Ego mereka menjadi halangan. Mereka tidak memiliki ide-ide baru karena selalu ingin mempertahankan label yang mereka punya. Mereka mengikuti.

Maka benar apa yang disebut Krishnamurti dengan, “kerendahan hati timbul bila keangkuhan berhenti sama sekali, maka barulah anda tak akan pernah tahu apa arti rendah hati itu.”

Itu artinya, saya bisa menyimpulkan bahwa orang yang tahu bahwa dia baik, tidak tahu sama sekali apa itu baik.

Comments

Popular Posts