Lagi, tentang Carl Sagan

Carl Sagan selalu memberi narasi yang menggugah. Ia menjelaskan cara semesta bekerja, menciptakan kehidupan yang luar biasa. Dan, ini yang mampu membuat kita sadar betapa pongahnya kita sebagai manusia.

Satu sahabat pernah bertanya, kalau kamu solat Tahajud, apa isi doa kamu? Setengah bercanda saya jawab, jodoh (saat itu saya sedang jomblo). Tentu dia saat itu menanggapi candaan saya. Tapi bukan itu yang saya ingat. Satu-satunya yang saya ingat dari pernyataannya adalah: Kita tahu Tuhan Maha Pemberi Jalan, kita mengimani hal itu. Kenapa kita meminta kalau kita tahu Tuhan akan memberi? Meminta adalah salah satu bentuk ketakutan.

Saya diam. Lalu tanya, kalau kamu solat Tahajud, apa yang kamu minta? Dia jawab singkat: bersyukur, bukan meminta.

Saya sadar, itu adalah awal di mana saya memutuskan untuk mengubah cara saya bertuhan dan menjalani kehidupan.

Carl Sagan, National Geographic

---

Sekarang saya sedang baca bukunya Carl Sagan yang judulnya Cosmos (akhirnya kesampaian juga). Uraiannya soal alur kehidupan benar-benar luar biasa. Ia menjelaskan banyak hal, dari mulai yang paling besar - cara bekerja tata surya, hingga yang paling kecil - molekul-molekul dalam sel kita.

Carl Sagan mampu membuat pembacanya berpikir bahwa Yang Maha Punya Kreasi sudah memberi kita lebih dari sekedar apa itu yang kita sebut dengan rezeki, jodoh, dan lain-lain. Bahwa segala kehidupan rumit yang kita jalani hanyalah satu titik debu di alam semesta ini. Ini bisa dilihat bahwa dari miliaran planet di muka bumi ini, kita lah yang terpilih menempati bumi yang amat indah (walaupun Carl Sagan dan beberapa ilmuwan lain punya asumsi bahwa ada makhluk lain di luar bumi. Mereka yakin makhluk hiduplah yang beradaptasi bukan alam semesta yang menyesuaikan dirinya untuk menjadi tempat tinggal kita).

Dan, apa yang itu kita jalani sebagai ibadah, karena kita takut dosa dan neraka, takut tak diberi, hanyalah hal yang kerdil dan bentuk kecintaan kita pada diri sendiri. Karena Yang Maha Baik memberikan lebih dari sekedar itu. Kita merasa berhak akan pahala dan surga dan meminta lebih. Kita congkak dan serakah. Ini tersirat dari penggalan kalimat Sagan yang bunyinya, "apalah artinya tujuh puluh juta tahun bagi makhluk yang panjang hidupnya hanya sepersejutanya? Kita ini seperti kupu-kupu yang terbang selama sehari dan mengira akan terbang selamanya".

Betul memang. Sagan dan beberapa ilmuwan yang mengagumi alam semesta mungkin tak percaya dengan Tuhan yang kita imani. Tapi cara mereka menemukan makna kehidupan, menemukan betapa luar biasanya semesta ini, cara mereka mensyukuri keberadaan diri sendiri dan semesta ini, kadang saya rasa melebihi kita yang "sudah mengaku beriman". 

Ketika satu sahabat lainnya berkata, "Mbak, kenapa sih lo suka banget baca?", saya jawab karena saya tidak tau apa-apa. 

Betul. Saya rasa, mencari tau banyak hal adalah salah satu wujud kita mencari jati diri. Apa yang sebetulnya menjadi dasar keberadaan kita di muka bumi ini?

Karena saya meyakini, perjalanan spiritual seseorang tidak lantas jadi mutlak benar hanya karena kita punya identitas agama.

Carl Sagan mampu membuka mata, bahwa betapa beruntungnya kita berada di alam semesta yang bekerja harmonis dengan begitu hebatnya, dan begitu sombongnya kita karena seringkali lupa bahwa kita tidak ada apa-apanya dibanding itu semua.

Comments

Popular Posts