Is it true that our lives were formed by myths?
Homo Sapiens. (sultantv) |
Beberapa waktu lalu, gue mengikuti sebuah diskusi bertajuk rasialisme dari Amensty International Indonesia yang juga menghadirkan pembicara dari US langsung. Beberapa pertanyaan gue ajukan pada speakers.
“What motives that
lead the police killed George? And why the violence often comes from police or
authorities?”
Berangkat darimana pertanyaan ini?
Berangkat dari pernyataan teman kantor gue yang bilang kalau
gerakan di Amerika Serikat itu sebetulnya bukan murni gerakan kemanusiaan.
Terselip banyak kepentingan.
Speakers itu bilang bahwa cara polisi membunuh George, yakni
dengan menginjak lehernya dengan lutut, mengindikasikan bahwa ia memandang rendah
lawannya. Kenapa banyak kekerasan dari polisi? Ini karena biasanya mereka punya
mental berkuasa.
Kadang gue berpikir, siapa yang benar dan siapa yang salah?
Satu yang pasti, semua yang terjadi di muka bumi ini memang hasil konstruksi
dari manusia itu sendiri.
===
Sebetulnya, gue agak takut untuk menulis yang satu ini. Pertama,
ini pasti akan mengundang kontroversi. Kedua, gue belum selesai baca buku ini.
(tapi mudah-mudahan gue bisa menyunting tulisan ini kalau udah baca semua
bukunya ya!)
Jadi gini, gue lagi baca buku Sapiens karya Yuval Noah
Harari. Terlalu banyak orang yang merekomendasikan buku ini dan emang keren
banget! Tapi gue yakin, beberapa orang di sekitaran gue akan menentang teori
yang ditawarkan Harari ini.
Secara garis besar, buku ini merangkum sejarah, kenapa
manusia bisa membangun peradaban. Satu hal yang gue ingat pasti dan memang
karena Yuval Noah Harari ini sering sebut berulang kali, human can run the world
because of myths.
Kenapa Sapiens bisa bertahan dari spesies manusia lainnya?
Itu karena Sapiens mengalami revolusi yang spesies lain tidak mengalaminya,
yakni revolusi kognitif. Dengan kemampuan kognitif yang luar biasa, kita bisa
bertahan dan membentuk apa yang Harari sebut sebagai “mitos”.
Apa sih mitos ini? Banyak hal. Ideologi, hukum, dan bahkan ummm... agama (tolong jangan bully akuuu~). Termasuk sebuah ide soal hak asasi manusia.
Di dalam bab Building Pyramids, Harari menceritakan sebuah
histori Hammurabi dari Raja Babylonia, yang membuat regulasi paling bersejarah
di muka bumi. Kenapa? Pasalnya, peraturan yang dibuat ini adalah awal lahirnya
hukum modern karena mengandung regulasi yang rinci. Isinya
sih,
sedikit. Tapi yaa pada waktu itu mungkin belum ada hukum yang bentuknya serupa.
Inti dari pasal-pasalnya adalah hukuman bagi orang yang
melanggar peraturan, yang katanya peraturan ini bersifat benar pada masanya.
Peraturan ini dibuat berdasarkan status sosial dan gender. Salah satunya kayak
gini, “If a superior man should blind the eye of another superior man, they
shall blind his eyes. But if he should blind the eye of a slave , he just shall
weigh and deliver one-half of tthe slave’s value (in silver)”.
Cukup lama hukum itu diterapkan karena banyak orang percaya
bahwa Hammurabi berasal dari Tuhan. Tiba-tiba gerakan modern dari kolonial
Inggris di amerika Utara muncul. Mereka mendeklarasi bahwa hukum harus sama rata, karena manusia diciptakan
sama.
Menurut Hammurabi, orang Amerika salah. Menurut orang
Amerika, Hammurabi salah. Dilema ya? Kalau kita berpikir sejenak, tentu gerakan
dari Amerika Serikat ini yang betul ya? Tapi tunggu dulu nih, Harari lebih
lanjut menjelaskan:
“In what sense do all humans equal one another? Is there any
objective reality in which we are truly equal?” Karena menurut Harari ini,
secara biologis manusia tidak diciptakan dengan sama kok. Mereka punya kode genetik yang berbeda, bahkan
kulit yang berbeda. Harari tidak sedang mengarahkan kita pada sesuatu yang
rasis. Dia hanya mengajak kita untuk berpikir secara objektif.
Jadi, ya atas dasar apa orang Amerika bisa berkata bahwa
manusia diciptakan sama? Sapiens tidak tiba-tiba “diciptakan”, mereka “berevolusi”. Jika
memang dasarnya agama, dan kemudian ada orang ateis yang tidak percaya pada
agama, apakah kita benar-benar sama? Dan masih banyak penjelasan Harari soal
ini.
Kata Harari, mungkin saja para aktivis akan
berkata “Kita tahu kalo secara biologis manusia itu tidak sama. Tapi jika kita
percaya bahwa kita semua setara secara esensinya, ini bisa menciptakan
kestabilan dan harmonisasi dalam masyarakat kita”. Tapi kemudian Harari bilang,
gue enggak punya argumen soal itu. Itu lah yang gue sebut dengan “imagined
order”.
Ada satu kalimat yang gue sangat amat garis bawahi: “We
believe in a particular order not because it is objectively true, but because
believing in it enables us too cooperate effectively and forge a better
society.” Dan logika seperti ini tetap bisa dipakai oleh kaum Hammurabi, “kita
tahu kok kalau para superior, commoners dan budak jenis dasarnya tidak
berbeda, tapi kalau kita percaya mereka berbeda, itu bisa menciptakan
kestabilan”. Jadi apa bedanya orang Amerika ini dengan Hammurabi?
Mungkin ada yang bertanya-tanya, ya buat apa juga manusia membangun mitos itu? Emang enggak ada cara lain?
Menurut Harari, revolusi kognitif yang dialami Sapiens ini juga ada berkat tabiat kita yang suka bergosip. Dengan gosip ini, kita bisa menyebarkan informasi dengan luas dan cepat hingga membuat kita bisa bergerak secara kooperatif (apalagi sekarang ada internet ya kan?). Tapi menurut ilmu sosiologi dan antropologi, Sapiens saat itu tidak bisa bergerak dan kooperatif jika berada dalam populasi yang banyak, yakni lebih dari 150 orang. Maka itu, untuk bisa bergerak bersama dan kooperatif, mereka membangun mitos agar punya visi dan misi yang sama.
Jadi, kita sekarang bisa "Wah, bener nih, Indonesia tanpa Pancasila akan tercerai-berai juga, kan?". Itu mungkin kenapa orang Amerika sekarang lagi demo besar-besaran karena banyak sekali orang yang punya prinsip sama: kesetaraan.
Mungkin ada yang bertanya-tanya, ya buat apa juga manusia membangun mitos itu? Emang enggak ada cara lain?
Menurut Harari, revolusi kognitif yang dialami Sapiens ini juga ada berkat tabiat kita yang suka bergosip. Dengan gosip ini, kita bisa menyebarkan informasi dengan luas dan cepat hingga membuat kita bisa bergerak secara kooperatif (apalagi sekarang ada internet ya kan?). Tapi menurut ilmu sosiologi dan antropologi, Sapiens saat itu tidak bisa bergerak dan kooperatif jika berada dalam populasi yang banyak, yakni lebih dari 150 orang. Maka itu, untuk bisa bergerak bersama dan kooperatif, mereka membangun mitos agar punya visi dan misi yang sama.
Jadi, kita sekarang bisa "Wah, bener nih, Indonesia tanpa Pancasila akan tercerai-berai juga, kan?". Itu mungkin kenapa orang Amerika sekarang lagi demo besar-besaran karena banyak sekali orang yang punya prinsip sama: kesetaraan.
Well, it blowingmindly cool!! Gue seolah menertawakan apa
yang selama ini gue lakukan soal.. speak up tentang gender, hak asasi dan
lain-lain? Jangan-jangan apapun gerakan di planet Bumi ini juga imagined order
as Harari says in his book hahaha.
Tapi...
Apapun itu, buku adalah kumpulan anekdot, paradoks, teori,
hipotesis yang sebenarnya cukup memberi insights aja di kepala kita. Bahwasanya
apapun itu bentuk faktanya, kebutuhan dan keinginan manusia akan terjawab
setelah kita menjalaninya, kan?
Bahwa jika betul mitos itu membawa harmonisasi dalam kehidupan
manusia, kenapa enggak? Bahwa jika betul mitos itu membawa kita pada sebuah
perabadan manusia yang beradab, kenapa tidak?
So that’s why human can run the world, right?
Comments
Post a Comment