Because World will be Forever Like This
Belakangan ini gue merasakan hal itu. Semenjak COVID-19, gue
merasa kayak pusing gitu sih. Banyak banget informasi yang gue enggak tau mana
yang benar mana yang salah. Belum lagi kasus di Indonesia yang makin banyak.
Belum lagi orang banyak tuding sana sini. Yang satu menyalahkan pemerintah,
yang satu menyalahkan yang lain.
Semenjak itu, gue uninstal
Instagram di handphone walaupun enggak lama gue harus download lagi karena pekerjaan
gue membutuhkan sosial media.
Terus kemarin, gue baca berita soal kematian George Floyd.
Gue nonton video saat dia dibunuh. It’s soo tragic and of course sadistic. Gue
kepikiran terus sepanjang malem. Kenapa dia dibunuh? Apa hanya karena dia orang
berkulit hitam kayak yang orang-orang bilang? Kenapa manusia bisa sebengis itu?
Kenapa kebencian ada dalam diri kita pada orang yang bahkan kita enggak kenal cuma
gara-gara mereka beda dari kita?
Terus gue dapat kabar lagi soal temen-temen gue yang kena
PHK. Yang untuk cari kerja aja susah banget. Ada yang bahkan untuk makan
bingung dari mana.
Karena gue udah agak stress dengan informasi-informasi ini,
gue stop nonton tv, stop main sosmed, dan mulai melarikan diri ke buku. Ada tiga buku
yang saat ini gue lagi baca bersamaan: Sapiens-nya
Yuval Noah Harari, The Art of Living-nya
Erich Fromm, dan What Men Want and What
Women Want-nya John Marshall Townsend (yang ini kemungkinan akan gue bahas
di artikel selanjutnya).
Dan tau apa? Di buku Sapiens,
gue bisa tau manusia bengis sejak masih jadi leluhur kita. Di buku What Men Want and What Women Want gue
bisa tau kok perempuan dan laki-laki bisa diciptakan dengan setidak-adil itu?
Setelah itu, gue berhenti baca buku selama tiga hari. Takut banget.
Gue enggak tau sih, apa ini karena situasi gue lagi dalam
keadaan stress kerjaan kantor dan rumah, kewalahan dan kelelahan, atau gue lagi
PMS karena emang lagi masanya, atau emang gue pure sedang mengalami kecemasan?
Gue takut banget self-diagnose. Baca
informasi yang menurut gue menyedihkan aja gue bisa nangis sendirian gitu
sekarang.
Gue kayak merasa, dengan semakin banyak tahu kenapa gue
malah merasa apa-apaan sih, kenapa manusia tuh brengsek banget. Gue bahkan
sempat merasa distrust dengan banyak orang.
Tapi kemudian, gue enggak sengaja baca caption salah satu
pejuang Black Lives Matter, Simone le Anora. Dia nulis begini:
I’m just
tired.
I grew up
fighting for my people. Loving, educating and healing through activism. My
heart broke when I finally realized the world wouldn’t change before I
graduated high school or maybe even in my lifetime.
So I
learned to cope. Focus on my art and my creativity to help ME heal and pray
that that healing could touch the world.
But that
doesn’t make living in THIS world any easier. Black people are tied together
through a generational thin thread that cuts deep every single time we lose
someone to HATE and FEAR.
I’m just
tired. Tired of patching myself up after every murder.
Gue sadar, sih. Gerakan kemanusiaan yang dari dulu adapun sampai
sekarang masih enggak bisa mengubah isu tragis soal kemanusiaan. Persis kayak
Simone bilang, “gue belajar mengasihi orang, mengedukasi dan bergerak lewat
beberapa gerakan aktivisme. Hati gue sakit ketika gue sadar, bahwa dunia
emang enggak akan berubah sampai kapanpun.”
Tapi di situ Simone juga bilang, pada akhirnya ya kita yang harus
belajar berdamai dengan keadaan.
Suatu hari gue pernah ikut diskusi soal Women and Literature. Di
situ, gue sempet nanya sama speaker, apakah selama ini sastra bisa cukup lugas menyuarakan
kesetaraan gender? Dia jawab, enggak usah mikirin ke sana. Kita cukup bergerak
aja. Itu akan koheren dengan sendirinya.
Suatu hari juga ada orang yang pernah ngomong sama gue, membaca
itu baik. Lo bisa tau banyak hal dan sejarah. Tapi, kebutuhan dan keinginan
manusia enggak bisa dibaca, itu harus dialami sendiri.
Dan oh, satu lagi quote dari Jalaludin Rumi:
“Kemarin aku menjadi pintar. Aku ingin mengubah dunia. Hari ini aku menjadi bijak. Aku ingin mengubah diriku sendiri”
“Kemarin aku menjadi pintar. Aku ingin mengubah dunia. Hari ini aku menjadi bijak. Aku ingin mengubah diriku sendiri”
Karena dunia, akan selamanya tetap
begini…
Comments
Post a Comment