Hate Crime and Chaos: Pembakaran Gereja di Papua

Ini adalah tulisan saya di Facebook per tanggal 19 Juli 2015.

"Baru-baru ini ramai dibicarakan kasus kerusuhan di Papua. Saya kurang tahu persis bagaimana kronologinya. Yang jelas, motif kebencian yang jadi dalangnya.

Mengulas sedikit kasus Rohingya, minoritas Muslim di Myanmar yg terbuang. Mereka terlantar, tak ada yg bantu dengan alasan tak ada kedekatan secara etnis dan budaya. Tak terkecuali Indonesia dan Malaysia, yg merupakan negara tetangga terdekat dengan mayoritas Muslim. Jika bukan rasa humanis para warga Aceh, mereka tak tertolong di tengah laut.

Kasus kedua, kasus penembakan Black Church di Amerika. Alasan rasialisme berkulit hitam jadi dalangnya. Belasan orang tewas dibantai. Sang pelaku yg saya lupa namanya, membenci para ras kulit hitam. Dalam situsnya, ia menyebut black people dengan sebutan dungu.

Kemudian pembantaian di hotel tepi pantai Tunisia. ISIS klaim serangan ini. Mayoritas korban tewas warga Inggris. Namun ternyata ini serangan sporadis. Di hari yg sama, pembantaian terjadi di Masjid Kuwait dan pabrik milik Amerika Serikat di Prancis. Serangan pabrik dilakukan oleh salah satu anggota kelompok ultra konservatif, Salafi.

Kita tak pernah lupa dengan perang tak berkesudahan antara Palestina dan Israel. Saling serang terjadi hingga sekarang. Baru-baru ini Israel kalap karena Vatikan sedang menjalin "keakraban" dengan Palestina. Israel merasa dikhianati.

Melihat semua ini, saya sadar. Ada apa dengan kelompok kita masing2? Saya Muslim, mungkin anda Kristiani atau umat lainnya. Lalu apa? Apa saling menikam dan menuding diajarkan pada agama atau kelompok kita?

Saya merasa ada yg salah dengan cara berpikir. Yg tak sepaham bisa jadi musuh. Kemudian timbul peperangan. Bagaimana bisa kita berperang agar bisa menjadi mayoritas? Bagaimana bisa agama dan ras  jadi amunisi berpolitik agar bisa berkuasa.

Ujung2nya kita tak beda dengan para petinggi partai yg memakai kepentingan rakyat untuk berkuasa. Ya, kita memakai agama dan ras untuk bisa berjaya. Apa Tuhan mengajarkan demikian?

Akhirnya, kedangkalan berpikir, kekeringan intelektualitas, membuat kita mudah mengkafirkan banyak orang. Haruskah mereka yg tak sepaham menjadi musuh?

Kita telaah lagi bagaimana komunitas Muslim Amerika menghimpun dana demi membangun kembali gereja yg terbakar, atau seorang Kristiani yg tewas terlindas buldoser Israel demi membela keluarga Palestina. Kadang saya berpikir, di dunia ini hanya ada orang baik dan jahat.

Mengutip buku Freedom from The Known karya Krishnamurti, manusia keranjingan membuat keadaan menjadi yg seharusnya menurut mereka. Ya, menurut kita, yg belum tentu menurut orang lain. Kemudian Karen Armstrong dalam bukunya  (beliau seorang pemikir asal Barat yg menulis sejarah Nabi) mengatakan bahwa prasangka yang tak akurat bisa merusak toleransi.

Saya sendiri masih banyak berpikir, bagaimana seharusnya bersikap. Di sisi lain, humanis merupakan peluru penting bagi perdamaian, di sisi lain saya harus membela agama sendiri.

Namun anda dan saya paham. Dunia butuh damai, agar tak ada lagi yg jadi korban.

Comments

Popular Posts