Bisakah kita melihat manusia sebagai manusia?

Banyak yang melekat pada diri manusia, yang kita sebut sebagai identitas. Apa ini identitas? Apakah ini sesuatu yang sering kita sebut sebagai labelilasi?

Identitas paling mendasar dari manusia adalah "laki-laki" dan "perempuan". Kemudian Islam, Kristen, Buddha, ataupun Hindu. Di Indonesia, identitas menjadi begitu rumit, karena ribuan etnis ada di sana.

Labelisasi identitas bisa ditandai dengan adanya atribut atau sesuatu yang tidak begitu konkret. Misalnya, perempuan memiliki payudara dan vagina, laki-laki dengan penisnya, wanita muslim dengan hijabnya dan lain-lain. Kemudian ada pula yang menilai bahwa orang Batak berwatak keras, orang Padang itu pelit, orang Sunda itu genit, dan lain hal sebagainya.

Stereotip semacam ini mengantarkan kita pada cara kita menyikapi sesuatu dan sesorang. Ketika kita melihat perempuan berhijab merokok, maka hal pertama yang akan kita nilai adalah itu hal yang buruk. Ketika melihat seorang istri lebih sukses, kita melihat itu sebagai keegoisan. Ketika kita mendengar ada perempuan meminta seks pada seorang laki, kita sebut mereka pelacur.

Bagiku ini adalah hal yang pilu. DAn, keliru.

Stereotip yang dibangun pada akhirnya begitu destruktif dan mengekang. Kita hidup dalam pengotakan. Bagaimana kalau mulai saat ini kita memandang manusia sebagai manusia?

Punya hasrat seks yang sama, hak yang sama, keinginan mendobrak yang sama. Hingga pada akhirnya, kita memang manusia.

Melihat manusia sebagai manusia mengantarkan kita pada kesadaran yang jernih. There is no black which really black, there is no white which really white. Kita bahkan bisa melihat abu-abu dan warna lainnya. Tak ada yang benar-benar salah atau benar-benar benar.

Jadi, mau dimulai kapan kita hendak melihat manusia sebagai manusia?

Comments

Popular Posts