Satu Korban Terlalu Banyak...

Aku mengutip ini dari papan yang ada di Komnas Perempuan. Papan itu berisi kipling berbagai pemberitaan media soal perempuan. 


Kemarin siang, aku pergi ke Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Ini perjalanan random. Aku memutuskan pergi sendiri karena selain merasa harus ada refreshing pada otak, ini adalah agenda penting. Ada diskusi terkait perlindungan hukum bagi para warga binaan perempuan di penjara. Katanya, dimanapun dan kapanpun, perempuan adalah kaum yang selalu rentan terhadap kekerasan.

Aku sendiri tak mau menyebut perempuan sebagai "kaum". Bagiku, itu adalah salah satu bentuk kita memisahkan perempuan dari yang lain. Aku selalu bilang, yang diperlukan manusia hanya dan cuma memandang manusia lainnya dengan sama dan setara. Pria atau wanita hanya identitas. Walau hampir mustahil kita setara, paling tidak itu yang bisa kita perbuat.

Menurut para pembicara, perempuan selalu saja dijadikan objek, tak hanya seksualitas tapi segi apapun. Sebagian banyak tahanan perempuan ini, dari keterangan yang mereka minta secara langsung, adalah tahanan yang diadili karena kasus narkoba. Motif beragam. Sosial dan ekonomi. Mereka perlu hidup, untuk diri sendiri dan orang terkasih. Yang mirisnya lagi, orang terkasih --misal pacar, memanfaatkan mereka untuk jadi kurir narkoba.

Kekerasan yang mereka alami berlapis-lapis. Dari mulai sebelum tertangkap, proses hukum, bahkan usai penahanan. Sebelum tertangkap mereka mengalami kondisi ketertekanan ekonomi, kekerasan seksual dan rumah tangga, dan lain sebagainya. 

Pada proses pengadilan, banyak fasilitas dan bantuan hukum yang tak memadai, kemudian kondisi yang jauh dari kata layak di lapas, adanya tekanan emosional di sana, belum lagi hukuman sosial dari masyarakat setelah bebas dari tahanan. Mereka kesulitan mencari kerja karena label napi di pundaknya, anak yang terlantar (karena banyak suami yang akhirnya pergi setelah mereka ditahan. Padahal jika suami yang ditahan, istri selalu dituntut setia), dan lain sebagainya. Belum lagi hidup mereka yang semakin pahit karena anak perempuan yang dititipkan pada pamannya, justru malah diperkosa (kisah ini benar).

Mendengarnya saja aku mau menangis. Tapi bisa berbuat apa?

Derita mereka rasanya belum cukup. Media selalu membuat berita yang keliru. Menjadikan pelaku (benarkah mereka pelaku?) sebagai objek pemberitaan dengan cara yang sama sekali tidak benar. "Inilah Bunga, Queen of Heroin yang Seksi". It ain't that. Sama sekali bukan itu. Media adalah salah satu senjata paling ampuh dalam penggiringan opini masyarakat. Lantas apa yang akan terjadi jika dibiarkan?

Aku tidak mengklaim diriku feminis, atau apapun itu. Tapi jika ini selalu terjadi dan akan selalu terjadi... Aku berani bertaruh kita akan selalu hidup di dunia yang serba kacau.

Ini bukan soal dia pengedar narkoba. Ini soal kita yang selalu penuh penghakiman hanya karena kebiasaan kita melihat satu hal dari arah yang itu-itu saja hingga bisa menimbulkan kekerasan pada orang lain secara tidak sadar. Tak pernah lebih dalam, lebih luas, dan lebih jauh lagi.

Soekarno bilang, untuk bisa merasakan nadi rakyat, jadikan diri kita sebagai rakyat.

Kalau kita mau merasakan satu hal, kita jelas harus mengalaminya...

Comments

Popular Posts