[TENTANG BUKU] Why Men Want Sex and Women Need Love

Apakah ini buku yang receh? Apakah ini buku yang sebetulnya "needless to say" karena itu rahasia umum? Pada awalnya gue menyangka demikian. Apaan sih ini buku elah, ngomong seks seks seks cinta cinta cinta. Paling dalemnya quote dan curhat penulis aja.

Awalnya gue berpikir begitu.

Tapi percayalah, jangan menilai buku dari judulnya hahaha.

Terus kenapa waktu itu ceritanya gue baca buku ini? Wah, panjang deh ceritanya. Bikin ngakak juga. Berawal dari perdebatan bahwa katanya kebutuhan seks dan emosional manusia berbeda dan gue enggak terima, Terus nyasar pula deh ke ini buku.

Buku Why Men Want Sex and Women Need Love karya Allan and Barbara Pease ini isinya segudang riset dan penelitian terkini, yang memang soal percintaan orang-orang. Kenapa sih perempuan baperan? Kenapa sih, cowok sangean?

Awalnya pula gue punya stigma bahwa perempuan baperan dan lelaki sangean adalah hal yang... gila, bad banget sih. Semacam: terlalu unfair untuk tidak digugat tapi emang begitu faktanya. Tapi itulah, stereotip macam ini udah melekat banget di kita. Gue jadi inget, someone say, "it's all because of how we see the world" gitu aja sih. Akan beda lagi ceritanya kalau kita melihat itu dari gelas dengan warna berbeda, begitu kira-kira kalau diterjemahkan karena doi ngomongnya pake basa Inggris.

Lantas apa? Pada faktanya ya memang perempuan baperan dan lelaki sangean. Itu fakta yang udah terbukti secara sains. Jadi yang mesti diubah adalah mindset kita bahwa itu bukan sesuatu yang buruk dan berusaha menerimanya sebagai fakta. Kita enggak bisa bilang perempuan baper adalah yang gak bener dan lelaki sangean pun demikian.  (untuk penjelasan lebih lanjut bisa dibaca di bukunya aja ya)

Versi bahasa yang ada di Gramedia


Tapi, kemudian gue inget juga bukunya Polly Young yang judulnya Women and Desire. Di situ intinya dia bilang kalau statement bahwa: perempuan melakukan seks karena ikatan emosional semata memang benar, tapi itu karena terbentuk oleh kontruksi sosial. Ini juga panjang nih kalo dijelasin, tapi intinya begitu. Nah, karena Polly Young juga psikolog, kita enggak bisa nilai salah juga sih.

Ini pula yang jadi pertanyaan pada akhirnya. Buku Why Men Want Sex and Women Need Love tidak menjelaskan lebih lanjut soal apakah kontruksi sosial juga berpengaruh pada hasil riset tersebut? Jadi pada akhirnya, kaum feminis pun menggugat buku ini karena dinilai diskriminatif terhadap kaum perempuan.

Gue agak kurang setuju nih kalo buku Why Men Want Sex and Women Need Love dibilang diskriminatif terhadap kaum perempuan. Karena apa? Buku ini enggak cuma menyajikan fakta bahwa perempuan harus begini begini begini aja kok, tapi untuk pihak laki-laki juga demikian. Lagi pula sekali lagi, yang masih jadi pertanyaannya apakah perempuan yang cenderung emosional dan laki-laki yang cenderung nafsuan adalah hal yang diskriminatif? Why would else? Kenapa kita enggak terima itu sebagai fakta aja?

Yang jadi persoalannya adalah, kelanjutannya harus kayak apa? Ya win win solution lah. Lo mau badan gue, gue mau kasih sayang lo. Duile. Atau yaa, paling enggak, kalau laki-laki selingkuh atau cari bini lagi karena butuh seks, perempuan juga bisa cari laki-laki lain yang bisa memenuhi kebutuhan emosional mereka. (duh jangan ditiru hahahaha)

Buku ini juga hanya menyajikan data yang didasarkan pada riset aja. Mungkin itu kekurangannya, enggak ada kritik dan sajian riset lebih lanjut kenapa itu bisa begitu. Padahal, pembaca juga butuh dilatih daya kritisnya supaya enggak ditelan mentah-mentah data tersebut, dan kemudian berkesimpulan dengan keliru.

Terakhir, karena buku ini juga menyajikan hasil riset yang kebanyakan adalah studi kasus, gue enggak yakin apa hasil risetnya bisa digeneralisasikan pada komunitas sosial di daerah dan kondisi tertentu. Karena kalau enggak salah, proses risetnya tuh cuma ambil sampel di wilayah dan dengan jumlah sampel tertentu. Di sini sih, kita tertantang untuk baca lebih banyak lagi soal hal yang sama.

Buku ini juga bahasanya ringan kok. Ada selipan humor dan cerita-cerita yang lucu gitu. Asyik dibacanya.

Gitu aja sih, menurut gue soal buku ini. Gue waktu itu baca versi English-nya. Tapi di Gramedia katanya udah ada translate-nya. Yang gue harap, versi translate enggak membuang standing point yang ada di versi aslinya karena menurut pengalaman, banyak banget buku translate yang pada akhirnya agak keliru soal penyampaian konten. Bukan salah translatornya sih, ini karena memang bahasa tuh akan selalu menemukan kesulitan ketika ada kata yang cenderung maknanya enggak sama dengan aslinya.

Jadi, gue beri nilai emm 3.8/5 deh bukunya!

Comments

Popular Posts